FMIPA UNS – Memiliki peranan besar di masyarakat dalam strategi penanganan dan pencegahan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), apotek menjadi salah satu bidang usaha yang tetap harus beroperasi di tengah pandemi ini. Namun, memasuki masa new normal, apotek tentu memerlukan strategi berbeda dan harus melihat peluang baru.

Hal tersebut disampaikan oleh Yeni Farida S.Farm., M.Sc., Apt selaku Dosen S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Menurutnya, telepharmacy (farmasi jarak jauh) dengan layanan kefarmasian berbasis aplikasi daring dapat menjadi alternatif dan peluang besar bagi para apoteker dan apotek di masa new normal.

“Di masa new normal masyarakat sudah terbiasa untuk melakukan pembatasan interaksi langsung yang mulai dilakukan di masa pembatasan kemarin. Sehingga layanan berbasis aplikasi daring memiliki potensi besar untuk diterapkan,” jelas Yeni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/6/2020).

Yeni menambahkan, melalui pelayanan ini apotek dapat menerapkan protokol kesehatan Covid-19 sekaligus mengupayakan peningkatan dari sisi bisnis. Sebab, bisnis apotek diatur dalam peraturan dan standar khusus, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Kefarmasian di Apotek.

Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pelayanan apotek tidak hanya berorientasi pada produk atau tidak sekadar menjual obat, tetapi juga berorientasi pada pasien. Apoteker harus mengutamakan pelayanan dengan prinsip pengobatan rasional dan mencegah terjadinya medication error untuk menjamin keamanan pasien.

Penerapannya, imbuh Yeni, antara lain berupa pemberian informasi obat berikur makanan/minuman dan aktivitas yang disarankan atau dihindari ketika mengonsumsi obat, layanan konseling pada pasien, pemantauan kepatuhan pasien serta efek terapinya. Hal ini tentu menuntut adanya interaksi apoteker dengan pasien.

“Adanya keharusan interaksi tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi apoteker ketika memasuki masa new normal, di mana masyarakat semakin leluasa beraktivitas dan memungkinkan peningkatan pengunjung/pasien apotek. Maka pelayanan berbasis aplikasi daring bisa menjadi alternatif,” kata Yeni.

Dalam pengembangannya, pelayanan ini dapat diterapkan untuk pelayanan obat resep maupun nonresep atau swamedikasi. Yang mana apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan pasien.

Salah satu contohnya, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Peraturan Nomor 8 tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring. Peraturan ini memaparkan bahwa pelayanan obat secara daring dapat dilakukan dengan sistem elektronik yang dimiliki oleh apotek atau yang disediakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).

Berbicara tentang obat-obatan yang boleh dilayani secara daring, Yeni menyebutkan obat-obatan itu meliputi golongan obat bebas, bebas terbatas dan obat keras, obat tradisional dan suplemen kesehatan. Khusus untuk obat keras hanya diberikan berdasarkan resep dokter yang ditulis secara elektronik sesuai peraturan yang berlaku atau dengan mengunggah resep tertulis asli yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Obat dapat dikirimkan langsung pada pasien oleh apotek atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan apotek atau pihak ketiga. Mereka harus dapat menjamin keamanan dan mutu obat, memberikan informasi produk dan aturan penggunaan obat, obat harus dalam wadah tertutup dan dijamin kerahasiaanya, serta memastikan obat sampai tujuan,” tuturnya.

Di samping itu, apotek atau pihak ketiga juga harus mendokumentasikan serah terima obat kepada pasien dan mengarsipkan semua data informasi transaksi elektronik yang dapat ditelusuri dalam batas waktu 5 (lima) tahun. Dalam hal ini resep asli wajib diserahkan pada saat penyerahan obat.

Yeni pun menuturkan, salah satu hal yang diperlukan untuk menghadapi masa new normal adalah dukungan dari pemerintah melalui pembuatan kebijakan.

“Dukungan tersebut dapat diberikan melalui pembuatan peraturan yang dapat menjamin mutu pelayan dan memberikan kemudahan baik bagi apotek maupun konsumen,” ungkap Yeni.

Salah satu kebijakan yang telah dikeluarkan adalah Surat Edaran (SE) Nomor 12 Tahun 2020 terkait Pemulihan Aktivitas Perdagangan yang Dilakukan pada Masa Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) dan New Normal dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia.

Terdapat beberapa penyesuaian prosedur pelayanan pasien/konsumen dalam masa new normal yang diatur SE tersebut. Diantaranya melakukan penyemprotan desinfektan secara berkala di apotek, melakukan pengecekan Covid-19 secara berkala kepada karyawan apotek, semua personel yang bertugas harus menggunalan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar yaitu masker, sarung tangan, dan face shield.

Kemudian, mengatur jarak tempat duduk atau antrean pasien 1,5 meter, memastikan pengunjung di dalam apotek maksimal 40% dari kapasitas, serta melakukan pengecekan suhu pengunjung dan melarang masuk konsumen dengan suhu di atas 37,3°C. [MnR/MIPA]

sumber : uns.ac.id