FMIPA UNS – Kerusakan lingkungan hidup semakin mengkhawatirkan, baik di darat, air, maupun udara. Perlu pendidikan tentang lingkungan sejak dini, terutama di lembaga-lembaga pendidikan. Bertolak dari hal tersebut, Grup Riset Ekologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyelenggarakan workshop mengelola sampah organik di Pondok Pesantern Karimah Shobiroh Karanganyar. Kegiatan workshop dilaksanakan pada hari Sabtu (2/11/2024) diikuti oleh santri dan pengelola pesantren.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang khas Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat. Pengelolaan lingkungan di pesantren salah satunya adalah bagaimana mengelola sampah organik. Hal ini penting untuk menjaga lingkungan dan mengurangi dampak perubahan iklim. Prosesnya dimulai dengan pemilahan sampah organik seperti: sisa makanan, daun, dan bahan organik lainnya dengan sampah non-organik seperti plastik, kertas, logam, dan kaca.
Grup Riset Ekologi FMIPA UNS yang terdiri dari: Dr. Irfan AN, Sapta Suhandono, M.Sc., Titi Wahyuni, M.Sc., Ahmad Dwi Setyawan, M.Si., dan Muhammad Indrawan, M.Si., melalui workshop mengajak santri dan pengelola Pondok Pesantren Karimah Shobiroh Karanganyar untuk mengelola sampah organik, berupa sisa makanan: lauk-pauk, sayuran, buah dll.
Menurut Ketua Tim Pengabdi Dr. Irfan AN, M.Ag. “Agama Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga alam semesta ini. Manusia adalah wakil Tuhan di bumi yang bertugas mengelola bumi dengan sifat-sifat ketuhanan, berupa “mengasihi dan menyayangi”. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus berada di garda terdepan pelaksanaan ajaran Islam tentang kepedulian terhadap lingkungan.” “Allah sudah menciptakan bumi dengan sebaik-baiknya, untuk dinikmati, bukan untuk dirusak, apalagi kerusakan itu diwariskan untuk generasi medatang”, ujarnya.
Sementara menurut Sapto Suhandono, M.Sc. “ Banyaknya jumlah santri yang tinggal di asrama tentu menghasilkan sisa makanan yang tidak sedikit. Hal tersebut mestinya dikelola dengan baik, sehingga santri berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan.”
Menurutnya, proses pengelolaan dimulai dari pemilahan, selanjutnya adalah pengomposan. Kompos adalah proses alami di mana sampah organik diurai menjadi pupuk yang berguna. Untuk melakukan kompos perlu mengumpulkan bahan organik dalam sebuah komposter. Komposter ini harus memiliki ventilasi yang cukup, dan dipastikan bahwa campuran bahan coklat (seperti daun kering) dan bahan hijau (seperti sisa makanan) seimbang. Selain itu, menjaga kelembaban komposter adalah penting. Rutin mengocok atau mengaduk kompos membantu memastikan sirkulasi udara yang baik dan penguraian yang optimal.”
Pembicara terakhir, Titi Wahyuni, M.Sc. dalam uraiannya mengatakan, “Santri harus membiasakan hidup sehat, dan mengurangi pemborosan air dan makanan. Kelola makanan dengan baik agar tidak menghasilkan limbah organik yang berlebihan. Pengelolaan sampah organik sangat penting, dan santri harus berpartisipasi aktif dalam pengurangan sampah organik. Penting juga untuk membuang sisa-sisa organik yang tidak dapat diolah dengan dengan memanfaatkan layanan pengelolaan sampah yang ada.”
Sejalan dengan pengelolaan sampah organik, santri diberi pelatihan budidaya maggot. Budidaya maggot adalah sebuah proses yang menarik dan bermanfaat dalam upaya memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Santri diajari langkah-langkah yang diperlukan untuk menghasilkan larva lalat tentara hitam yang bernutrisi tinggi, yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yang mendukung keberlanjutan dan pengelolaan limbah.
Proses dimulai dengan pemilihan kontainer yang sesuai, yang akan menjadi rumah bagi koloni maggot. Pemilihan lokasi yang tepat, dengan ventilasi yang baik dan perlindungan dari cuaca ekstrem, menjadi langkah awal yang penting dalam menciptakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan mereka.
Kemudian, media makanan yang sesuai harus didiapkan. Sampah organik seperti sisa makanan, dedaunan, atau bahan organik lainnya adalah bahan makanan yang cocok untuk maggot. Membuat dan menjaga keseimbangan yang tepat dalam media makanan adalah kunci keberhasilan. Maggot akan membantu dalam menguraikan bahan-bahan ini menjadi pupuk yang berguna.
Kemudian, kita memperkenankan koloni awal maggot ke dalam lingkungan mereka. Mereka akan mulai memproses media makanan dan berkembang biak. Selama periode ini, penting untuk menjaga kondisi lingkungan yang optimal, termasuk suhu yang tepat dan kelembaban yang sesuai.
Kegiatan ditutup dengan menyumbangkan beberapa media yang diperlukan untuk budidaya maggot bagi para santri dan masyarakat di sekitar pondok pesantren yang berminat untuk merintis budidaya maggot, berupa kontainer, bibit larva dan media lainnya.
[Humas FMIPA UNS]