Jelang Akhir Tahun, FMIPA UNS Tambah Dua Guru Besar Baru

FMIPA UNS â€” Jelang Akhir Tahun, dua guru besar baru Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta resmi dikukuhkan dalam Sidang Senat Akademik Terbuka UNS, Rabu (15/12/2021). Kedua guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Sayekti Wahyuningsih, S.Si. M.Si., dan Prof. Dr. Agus Supriyanto, S.Si., M.Si.,

Pengukuhan tersebut digelar secara luring di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS. Selain itu, acara tersebut juga disiarkan secara daring melalui Zoom Cloud Meeting dan kanal Youtube UNS. Pembukaan sidang terbuka dipimpin oleh Prof. Dr. Adi Sulistiyono selaku Ketua Senat Akademik. Dengan dikukuhkannya dua guru besar tersebut, saat ini jumlah Guru Besar FMIPA UNS menjadi 20.

Ketua Dewan Profesor, Prof. Suranto mengatakan bahwa gelar tersebut dapat disebut profesor atau guru besar. Berbeda dengan profesor-profesor di institusi lain.

“Seorang guru besar pasti profesor, tapi seorang profesor belum tentu guru besar. Hal ini karena Bapak Ibu punya keterikatan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Semoga penelitian-penelitian ke depan dapat diabdikan dan diimplementasikan dalam mengajar. Saya berharap dengan hadirnya empat profesor akan menjadi kekuatan luar biasa dan teruslah berkarya untuk UNS,” kata Prof. Suranto saat memberikan sambutan.

Sementara itu, Rektor UNS, Prof. Jamal Wiwoho berpesan agar para guru besar yang baru dikukuhkan dapat terus berkarya dan produktif dan dapat terus mengembangkan bidang ilmunya melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

“UNS tidak hanya menciptakan kebekuan iklim intelektual, melainkan UNS juga mampu menciptakan iklim kebebasan akademik dan memberi ruang untuk berekspresi bagi guru besar agar lebih produktif. Sekali lagi, saya ucapkan selamat dan sukses,” kata Prof. Jamal menutup sambutan.

Prof. Dr. Sayekti Wahyuningsih, S.Si. M.Si. yang merupakan guru besar ke-241 UNS dan ke-19 FMIPA UNS menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Material Fotokatalis: Tantangan Dan Potensi Pengembangan di Indonesia. Prof. Sayekti mengatakan, berawal dari menerjemahkan kata, foto bermakna energi cahaya, sedangkan katalis adalah senyawa/materi yang menginisiasi reaksi sehingga fotokatalis adalah reaksi yang berjalan dengan bantuan sinar atau cahaya. Material fotokatalis akan menerima energi cahaya dan dipergunakan untuk transisi elektronik (perpindahan elektron) dari elektron di keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Pada material fotokatalis semikonduktor disebut dengan valance band (VB) sebagai keadaan dasar, dan conduction band (CB) sebagai keadaan tereksitasi. Teknologi fotokatalis merupakan salah satu teknologi yang ramah lingkungan (green technology). Pemanfaatan teknologi fotokatalis ini sangat cocok diterapkan di negara tropis yang banyak mendapatkan paparan sinar matahari.

Pada Riset group (RG) Material Anorganik, pihaknya memfokuskan pada persiapan material anorganik meliputi pemisahan dan pemurnian bahan anorganik alam, Sintesis material dan komposit nanomaterial, fungsionalisasi material anorganik. Selanjutnya diarahkan untuk aplikasi material fotokatalis, DSSC’s, material swabersih (self-cleaning), sistem pembawa obat (drug delivery), teknologi pemisahan (separation technology). “Khusus pada pengembangan material fotokatalis yang kami paparkan pada kesempatan ini meliputi aspek-aspek pemisahan dan pemurnian bahan alam mineral anorganik, sintesis material anorganik dan optimasi nanostructure dan pengembangan aplikasi material anorganik. Terdapat setidaknya tiga sumber daya alam yang sudah dikembangkan untuk material fotokatalis yaitu pasir besi, pasir silika, dan ilmenite,” terang Prof. Sayekti.

Sementara itu Prof. Dr. Agus Supriyanto, S.Si., M.Si. merupakan guru besar ke-243 UNS dan ke-20 FMIPA UNS menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Peran Sains Material Sel Surya Berbasis DSSC dalam Inovasi Energi Baru Terbarukan Menuju Transisi Energi. Indonesia saat ini dan ke depan menghadapi tantangan yang signifikan di bidang energi, lingkungan dan keamanan. Transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat adalah komitmen nyata Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi yang berbasis energi baru dan terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Dengan telah disepakati The Conference of Parties (COP)-26 di Glasgow Skotlandia, satu dari empat agenda tersebut berkaitan transisi energi dan ramah lingkungan. Maka dari itu Indonesia harus berkomitmen untuk mengurangi kadar emisi CO2, sementara penyediaan energi harus ditingkatkan. Konsep sebuah transisi energi harus ditentukan, yang berfungsi akan menggantikan energi fosil yang akan habis, sekaligus menjadi energi yang ramah lingkungan karena rendah emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Sel surya merupakan piranti yang dapat mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik dengan memanfaatkan efek fotovoltaik. Sebagai generasi pertama bahan aktif sel surya adalah silikon dan germanium sehingga disebut sel surya anorganik (SSA). Dye-sensitized solar cell (DSSC) adalah salah satu alternatif inovasi energi baru terbarukan untuk konversi energi matahari menjadi energi listrik. Dewasa ini DSSC menjadi pusat perhatian yang terus meningkat dari peneliti untuk dibuat dalam berbagai aplikasi. DSSC menerapkan konsep fotosintesis pada tumbuhan, yaitu reaksi kimia yang terjadi pada tumbuhan berklorofil hijau dengan cahaya matahari. Proses fotosintesis berlangsung dalam kondisi di mana energi cahaya matahari mengalami perubahan menjadi energi kimia dimana elektron yang tergenerated diteruskan ke akseptor.

Komunitas peneliti di Indonesia sudah mulai banyak yang mengerjakan sel surya DSSC namun untuk melangkah ke teknologi prototype sel surya transparan masih perlu kajian dan penerapan yang memerlukan uji standar dari karakteristik sel surya transparan. “Untuk mencapai hal tersebut, pendekatan lintas bidang menjadi penting dalam penelitian ini, kerja sama dengan institusi/lembaga penelitian menjadi sesuatu keniscayaan dalam membangun teknologi prototype sel surya transparan. Terutama untuk mengkombinasikan ilmu dan teknologi dengan keunggulan potensi alam agar mempunyai nilai tambah baik secara teknologi nano (nanotechnology) dan ekonomi. Penelitian pada Sel surya DSSC yang transparan masih terbuka dalam hal kebaharuan (novelty) untuk karya ilmiah dalam journal international maupun HKI/Patent,” kata Prof. Agus. [MnR/MIPA]

Scroll to Top