FMIPA UNS– Program Studi Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyelenggarakan Webinar Ecosystem Restoration. Webinar ini diselenggarakan pada hari Sabtu (5/6/2021) dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diikuti sebanyak kurang lebih 150 an peserta terdiri dari mahasiswa Prodi Ilmu Lingkungan dan Masyarakat Umum yang peduli lingkungan.

Tampil sebagai pembicara adalah Dr. Prabang Setyono, M.Si., C.EIA., Ir., IPM selaku Kaprodi S1 Ilmu Lingkungan UNS yang sekaligus Ketua Ikatan Ahli Lingkungan Seluruh Indonesia. Tema yang dibawakan adalah “Falsifikasi Manajemen Lingkungan di Era Covid 19”.

Ecosystem Restoration merupakan suatu solusi dalam mencegah, menghentikan, dan mengembalikan degradasi ekosistem yang sudah terjadi di seluruh dunia. Dalam mengembalikan kondisi ekosistem dan lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan positif dengan tetap merawat dan menjaga alam serta lingkungan.

Restorasi ekosistem dapat menjadi salah satu solusi untuk menangani krisis lingkungan saat ini dan juga dapat membantu pemulihan ekonomi dari pandemi dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Tema Restorasi Ekosistem sesuai dengan langkah tujuan Indonesia dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan, seperti restorasi, rehabilitasi hutan dan kawasan guna mendukung upaya mengatasi krisis perubahan iklim, serta melakukan pengelolaan terhadap konservasi dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Sementara itu Dr. Prabang menjelaskan asal muasal istilah falsifikasi. Dia merunut falsifikasi dari pencetusnya yakni Karl Popper. Berdasarkan penjelasan yang diberikan, falsifikasi dikatakan sebagai upaya untuk membuktikan kebenaran suatu teori. Jika ada teori baru yang lebih terbukti kebenarannya, teori lama pun otomatis tidak berlaku.

Dalam hal lingkugan, falsifikasi sangat berperan untuk mengkaji lebih dalam tentang permasalahan yang ada berikut solusinya. Dr. Prabang juga menekankan adanya pembangunan lingkungan yang berkelanjutan untuk mewujudkan lingkungan yang benar-benar layak untuk hidup.

Pembangunan berkelanjutan tersebut harus memperhatikan tiga dimensi yang ada yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan dan mendukung satu sama lain.

Pembangunan tidak boleh hanya mengacu pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan. Alam yang dipinjam untuk melakukan pembangunan misalnya seperti pertambangan, jika sudah selesai harus dikembalikan pula ke keadaan semula.

“Tidak boleh hanya salah satu dimensi saja yang diunggulkan. Pembangunan harus benar-benar memperhatikan ketiga dimensi itu supaya ketiganya seimbang dan tidak merusak lingkungan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dr. Prabang juga membeberkan kriteria dalam manajemen lingkungan. Terdapat delapan kriteria yang dapat dipantau yakni efficiency, effectivity equity, equality, public participation, freedom, predictability, dan procedural fairness. Efisiensi yakni seberapa jauh kebijakan lingkungan memberikan hasil yang besar untuk input yang kecil. Efektivitas berarti seberapa jauh kebijakan lingkungan mencalai tujuan yang diinginkan. Equity yakni seberapa jauh persebaran nilai tambah yang diciptakan, sedangkan equality tentang seberapa jauh persebaran nilai tambah tersebut ke berbagai kelompok atau wilayah sehingga mereka mendapatkan manfaat yang sama.

Sementara itu, public participation adalah seberapa jauh masyarakat memiliki pengaruh dalam kebijakan itu. Freedom mencakup seberapa jauh kebebasan untuk hidup dijamin kepastiannya. Predictability yakni kebijakan tersebut terprediksi sejauh mana. Terakhir procedural fairness yakni sejauh mana orang yang terkena dampak kebijakan lingkungan dapat mempertahankan dirinya dari perlakuan sebagai orang yang tidak perlu ditolong. Kedelapan kriteria tersebut harus diperhatikan untuk mengukur sejauh mana manajemen lingkungan yang ada. [MnR/MIPA]